Momen Bersejarah Oasis Kembali Bersatu Gelar Konser Besar Setelah 16 Tahun Pisah Jalan
Oasis akhirnya bersatu kembali setelah 16 tahun vakum. Konser reuni bersejarah ini digelar di Manchester dan disambut antusias penggemar di seluruh dunia.

Setelah penantian yang rasanya tak berkesudahan, para penggemar band legendaris asal Inggris, Oasis, akhirnya bisa merayakan momen langka yang tak pernah dibayangkan akan benar-benar terjadi: Liam Gallagher dan Noel Gallagher berdamai dan berdiri di panggung yang sama. Tepat pada Sabtu, 5 Juli 2025, Oasis tampil di Manchester—kota kelahiran mereka—membayar rindu para penggemar yang sudah 16 tahun menanti reuni dua bersaudara yang kerap bertikai itu.
Konser reuni ini menjadi pembicaraan hangat sejak pertama kali rumor kemunculannya merebak di awal tahun. Meski sempat dibantah oleh salah satu pihak, nyatanya kabar tersebut bukan sekadar rumor belaka. Dengan cepat, penjualan tiket langsung habis hanya dalam hitungan menit. Ribuan orang rela antre virtual demi mendapat kesempatan menyaksikan band Britpop yang sempat merajai tangga lagu di era 90-an ini.
Suasana di stadion Etihad, markas klub Manchester City yang juga kebetulan didukung oleh Liam Gallagher, begitu semarak sejak siang. Ribuan fans berdatangan dari berbagai penjuru Inggris bahkan mancanegara. Banyak di antara mereka membawa atribut klasik: kaus bergambar sampul album Definitely Maybe atau (What’s the Story) Morning Glory?, syal, poster, hingga bendera Union Jack.
Saat lampu stadion mulai meredup, sorakan penonton menggema memanggil nama Liam dan Noel. Tak sedikit yang menitikkan air mata saat Noel pertama kali muncul di panggung, disusul Liam dengan gaya kasualnya yang ikonik: parka, tangan di belakang punggung, dan tatapan penuh percaya diri ke arah ribuan penonton.
Begitu lagu pembuka Rock ‘n’ Roll Star menggelegar, suasana stadion seolah kembali ke masa kejayaan Britpop. Penonton bernyanyi bersama, melompat, dan mengibarkan tangan ke udara. Setiap bait lagu seperti menjadi mantra nostalgia, membawa mereka kembali ke era di mana Oasis pernah menjadi simbol pemberontakan anak muda Inggris.
Di atas panggung, chemistry Liam dan Noel yang dulu terkenal panas dingin, kini terlihat jauh lebih dewasa. Beberapa kali keduanya saling melempar senyum meski tak terlalu banyak berbicara satu sama lain. Liam, yang terkenal ceplas-ceplos, sempat beberapa kali menggoda Noel dengan candaan khasnya, yang langsung disambut sorakan penonton.
Selain Rock ‘n’ Roll Star, lagu-lagu hits lain seperti Wonderwall, Don’t Look Back in Anger, Champagne Supernova, dan Live Forever menjadi momen klimaks. Wonderwall bahkan dinyanyikan ribuan orang nyaris tanpa instrumen, hanya diiringi Noel yang memetik gitar akustik. Momen ini membuat suasana semakin syahdu di tengah kerumunan puluhan ribu fans yang larut dalam nostalgia.
Tak hanya fans generasi lama, konser reuni Oasis juga diramaikan penonton muda yang baru mengenal karya-karya mereka lewat platform streaming. Ini membuktikan bahwa musik Oasis menembus lintas generasi dan tetap relevan meski sudah belasan tahun band ini tak merilis album baru bersama-sama.
Bagi banyak orang, bersatunya kembali Oasis adalah momen emosional yang tak sekadar soal konser. Ini adalah cerita tentang harapan yang tak pernah padam di hati para penggemar. Kisah Oasis memang penuh drama: dua bersaudara yang kerap bertengkar, perkelahian di belakang panggung, hingga Noel memutuskan hengkang pada 2009. Sejak itu, Oasis resmi bubar, sementara Liam dan Noel memilih jalur solo masing-masing.
Liam sempat mendirikan Beady Eye, lalu fokus bersolo karier. Noel, dengan High Flying Birds-nya, juga meraih sukses di jalur alternatif. Meski kerap bersaing lewat rilisan album solo, pertanyaan soal kapan mereka akan reuni selalu muncul di setiap wawancara. Tak jarang, keduanya saling sindir di media sosial, membuat fans makin skeptis reuni akan terjadi.
Namun rupanya waktu pelan-pelan melunakkan ego dua Gallagher bersaudara. Beberapa orang terdekat menuturkan bahwa momentum Piala Dunia 2022 yang lalu—saat Inggris melaju cukup jauh—menjadi titik di mana hubungan keduanya mulai mencair. Ditambah dorongan keluarga dan sahabat, akhirnya percakapan soal reuni kembali terbuka di awal 2025.
Dalam konser di Manchester ini, penonton seolah menjadi saksi hidup bahwa luka lama bisa sembuh dengan musik. Liam, yang biasanya lantang, justru beberapa kali terlihat menahan haru. Noel, meski tetap tampil kalem, tak kuasa menyembunyikan senyum ketika penonton ramai-ramai menyanyikan Don’t Look Back in Anger—lagu yang sejak dulu kerap jadi lagu penutup konser mereka.
Banyak warganet yang membagikan potongan video penampilan Oasis malam itu. Di media sosial, kata “Oasis” langsung merajai trending topic global. Ribuan tweet berisi tangisan bahagia, ungkapan rindu, hingga harapan agar tur reuni ini tak berhenti di satu kota saja. Beberapa fans bahkan mendesak agar Oasis merilis album baru sebagai penanda kebangkitan mereka.
Promotor konser menyebut Manchester hanyalah awal. Jika tak ada aral melintang, Liam dan Noel kabarnya akan membawa tur reuni ini ke beberapa kota besar di Eropa, Asia, dan Amerika Serikat. Indonesia pun disebut-sebut masuk radar, mengingat basis penggemar Oasis di Asia Tenggara juga tak kalah besar.
Tak sedikit musisi muda yang mengaku terinspirasi Oasis. Bagi mereka, bisa menyaksikan langsung Noel dan Liam di panggung yang sama adalah momen belajar dan merayakan sejarah. Oasis bukan hanya band Britpop, tetapi juga ikon budaya pop Inggris dengan lirik-liriknya yang penuh semangat perlawanan.
Di area konser, merchandise resmi laris manis. Kaos, hoodie, poster, dan rilisan piringan hitam edisi khusus reuni Oasis diburu penonton. Beberapa merchandise langka bahkan sudah muncul di situs lelang daring dengan harga selangit hanya beberapa jam setelah konser selesai.
Bagi kota Manchester sendiri, reuni Oasis membawa berkah ekonomi. Hotel penuh, restoran ramai, transportasi lokal dipadati penonton yang datang dari luar kota. Pemerintah kota setempat bahkan menyiapkan pengamanan ekstra agar perayaan berjalan tertib. Meski sempat ada kekhawatiran soal kerumunan, konser berjalan lancar tanpa insiden berarti.
Para fans pun pulang dengan hati lega. Banyak yang tak bisa menahan tangis bahagia. Bagi mereka, malam itu adalah malam di mana mimpi yang tampak mustahil akhirnya menjadi nyata. Oasis membuktikan bahwa meski waktu bisa memisahkan, musik punya kekuatan mempersatukan apa pun yang retak.
What's Your Reaction?






