Trump Diprediksi Marah Besar Jika Mengetahui Hasil Lengkap Pertemuan Para Pemimpin BRICS di Brasil

Pertemuan negara-negara BRICS di Brasil menghasilkan keputusan penting yang berpotensi membuat Amerika Serikat, khususnya Trump, merasa tersudut.

Jul 15, 2025 - 15:56
 0  1
Trump Diprediksi Marah Besar Jika Mengetahui Hasil Lengkap Pertemuan Para Pemimpin BRICS di Brasil

Di tengah situasi global yang kian penuh ketegangan, forum BRICS kembali menjadi sorotan dunia usai menggelar pertemuan penting di Brasil. Negara-negara anggota BRICS, yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, berkumpul untuk membicarakan langkah strategis dalam memperkuat posisi mereka di panggung ekonomi dan politik internasional. Tidak sedikit pengamat menilai hasil pertemuan ini bisa memicu reaksi keras, terutama dari Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump yang dikenal sangat protektif terhadap dominasi ekonomi negaranya.

Pertemuan yang dihelat di Brasil kali ini difokuskan pada penguatan kerja sama antarnegara anggota dalam menghadapi tantangan global yang makin rumit. Para pemimpin BRICS sepakat untuk mempererat koordinasi di bidang perdagangan, investasi, dan pembangunan infrastruktur. Mereka juga menegaskan komitmen memperkuat penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas negara anggota, agar ketergantungan pada dolar Amerika Serikat bisa dikurangi secara bertahap.

Langkah ini jelas berpotensi memancing kemarahan Presiden Trump, yang selama ini begitu gencar menjaga supremasi dolar sebagai mata uang utama dunia. Jika rencana BRICS untuk memperluas penggunaan mata uang masing-masing berjalan efektif, dominasi dolar sebagai alat transaksi global perlahan bisa tergerus. Bagi Amerika Serikat, hal ini jelas menjadi ancaman serius, sebab kekuatan geopolitiknya selama ini sangat ditopang oleh dominasi dolar di pasar global.

Selain soal mata uang, para pemimpin BRICS juga menyoroti isu perang dagang yang kembali memanas, terutama antara Amerika Serikat dan China. Dalam forum ini, China menegaskan pentingnya negara-negara berkembang untuk saling mendukung agar tidak terjebak dalam dampak buruk kebijakan proteksionisme. Dalam beberapa tahun terakhir, China dan India menjadi motor penggerak utama kerja sama BRICS, dengan mendorong agenda perdagangan bebas antarnegara anggota sebagai penyeimbang dominasi negara-negara Barat.

Rusia, sebagai salah satu anggota kunci BRICS, juga memanfaatkan forum ini untuk memperkuat dukungan politik dari negara-negara sahabatnya. Sanksi Barat yang dijatuhkan pada Rusia akibat konflik geopolitik memaksa Moskow mencari mitra strategis di luar lingkar negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Melalui BRICS, Rusia berupaya memperluas jalur perdagangan energi, pertanian, dan teknologi dengan negara-negara anggota lain. Presiden Rusia menegaskan pentingnya kerja sama di bidang energi bersih dan teknologi tinggi, agar BRICS bisa mandiri di tengah ketegangan global.

Di sisi lain, Brasil sebagai tuan rumah turut menggaungkan isu pembangunan berkelanjutan. Presiden Brasil menekankan perlunya negara-negara BRICS berkolaborasi dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan, khususnya di kawasan pedesaan dan daerah tertinggal. Brasil berharap hasil pertemuan ini bukan hanya menjadi agenda diplomasi simbolik, tetapi benar-benar diterjemahkan ke dalam proyek nyata yang dirasakan masyarakat.

Afrika Selatan juga membawa agenda penting mengenai peningkatan investasi infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi di benua Afrika. Negara ini memanfaatkan forum BRICS untuk mencari dukungan proyek pembangunan pelabuhan, jaringan transportasi, hingga kerja sama energi terbarukan. Bagi Afrika Selatan, kehadiran BRICS menjadi jalur alternatif untuk meminimalisir ketergantungan pada lembaga keuangan Barat yang selama ini sering dikritik memberlakukan syarat-syarat pinjaman yang memberatkan.

Salah satu poin menarik dalam pertemuan ini adalah pembahasan mengenai ekspansi keanggotaan BRICS. Beberapa negara di Asia dan Afrika disebut tertarik untuk bergabung atau setidaknya menjadi mitra strategis. Langkah ini dinilai bisa memperbesar pengaruh BRICS di forum global, sekaligus menjadi penyeimbang dominasi negara-negara G7. Dengan jumlah penduduk dan PDB kolektif yang signifikan, BRICS memang punya potensi untuk menggeser peta kekuatan ekonomi global.

Namun, para analis menilai tantangan internal BRICS juga tidak sedikit. Perbedaan kepentingan, jarak geografis, dan dinamika politik domestik masing-masing negara bisa menghambat realisasi rencana besar yang dibicarakan di forum ini. Meski demikian, kesamaan visi untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara Barat menjadi perekat utama yang membuat BRICS tetap solid hingga kini.

Di balik berbagai agenda strategis yang dihasilkan, nada sinis pun muncul dari sejumlah pihak di Amerika Serikat. Beberapa pengamat di Washington menilai BRICS hanyalah forum retorika tanpa taji nyata. Namun, di era ketidakpastian global seperti sekarang, potensi BRICS untuk menjadi blok penyeimbang makin diperhitungkan. Terlebih dengan dukungan negara-negara besar seperti China dan India, posisi tawar forum ini di jalur diplomasi global tidak bisa dianggap remeh.

Presiden Trump yang terkenal vokal dalam mengkritik aliansi semacam ini diprediksi bakal meradang begitu detail hasil pertemuan di Brasil tersebar luas. Bagi Trump, manuver BRICS memperluas pengaruh dengan mengurangi dominasi dolar bisa dianggap ancaman langsung bagi kepentingan strategis Amerika Serikat. Bukan tidak mungkin, Trump akan merespons dengan kebijakan proteksionisme baru, seperti kenaikan tarif, pembatasan investasi, atau bahkan pengetatan sanksi bagi negara-negara yang dianggap terlalu dekat dengan Rusia dan China.

Pihak Gedung Putih memang belum memberikan komentar resmi, tetapi beberapa sumber diplomatik di media internasional menyebutkan bahwa Washington terus memantau dinamika BRICS dengan cermat. Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat kerap melakukan pendekatan bilateral dengan negara-negara anggota BRICS untuk meredam pengaruh kolektif forum ini. Misalnya, dengan menjalin kerja sama pertahanan dengan India, meningkatkan hubungan dagang dengan Brasil, serta menekan Afrika Selatan agar tetap berada di orbit kerja sama dengan negara Barat.

Namun, langkah-langkah tersebut tidak selalu berjalan mulus. Banyak negara berkembang kini menilai jalur BRICS lebih fleksibel dan tidak sarat dengan syarat politik yang membebani. BRICS juga menawarkan skema pendanaan alternatif melalui New Development Bank (NDB), yang menjadi tandingan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Dengan adanya NDB, negara anggota BRICS dapat mendanai proyek pembangunan infrastruktur tanpa harus menelan syarat pengetatan fiskal yang sering diharuskan oleh lembaga Barat.

Situasi ini tentu membuat Trump semakin tidak nyaman. Bagi sebagian besar pendukung Trump, dominasi Amerika Serikat di sektor ekonomi global adalah simbol kekuatan nasional yang harus dijaga. Ketika forum seperti BRICS tumbuh semakin besar dan berani menantang supremasi dolar, maka tekanan politik di Washington untuk merespons pun akan semakin kuat.

Pertemuan di Brasil juga menunjukkan bahwa negara-negara BRICS tidak ingin terjebak hanya sebagai forum diskusi. Beberapa kesepakatan konkret mulai digodok, termasuk pendirian pusat riset bersama, pengembangan jaringan teknologi digital, hingga proyek kerja sama penguatan ketahanan pangan. Langkah ini menandakan BRICS perlahan berubah menjadi aliansi nyata, bukan sekadar retorika di meja konferensi.

Dengan beragam manuver tersebut, publik kini menanti bagaimana langkah lanjutan Donald Trump dan pemerintah Amerika Serikat dalam menghadapi kebijakan baru BRICS. Apakah ketegangan akan semakin memanas atau diplomasi akan menemukan jalan tengah? Yang jelas, hasil pertemuan di Brasil telah menegaskan bahwa forum BRICS ingin berdiri sebagai penyeimbang, memberi opsi baru bagi negara berkembang agar tidak lagi sepenuhnya bergantung pada dominasi satu kutub kekuatan global saja.

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0