Pavel Durov Ungkap Telegram Akan Menyerahkan Data Pengguna Jika Diperlukan untuk Keamanan Negara

Pavel Durov, pendiri Telegram, mengumumkan bahwa aplikasi pesan instan ini siap menyerahkan data pengguna jika ada permintaan resmi dari pemerintah untuk kepentingan keamanan nasional. Kebijakan ini memicu perdebatan baru mengenai privasi digital dan batasan kebebasan berekspresi di dunia maya.

Jul 14, 2025 - 12:29
Jul 14, 2025 - 12:32
 0  1
Pavel Durov Ungkap Telegram Akan Menyerahkan Data Pengguna Jika Diperlukan untuk Keamanan Negara

Nama Pavel Durov selama ini dikenal sebagai simbol kebebasan digital. Sebagai pendiri Telegram, Durov kerap mengibarkan bendera kebebasan berekspresi, penolakan sensor, serta perlindungan data pribadi pengguna dari tangan pihak ketiga, termasuk pemerintah. Namun, beberapa waktu lalu, publik dikejutkan oleh pernyataan terbaru Durov yang menyebutkan bahwa Telegram mungkin akan menyerahkan data pengguna kepada pemerintah jika hal itu diperlukan untuk menjamin keamanan nasional.

Pengumuman ini tentu saja menimbulkan beragam reaksi. Selama ini, Telegram terkenal dengan sistem enkripsi yang diklaim kuat dan fitur privasi yang tidak mudah ditembus. Banyak pengguna beralih ke Telegram justru karena janji keamanannya yang seolah tak bisa diganggu gugat. Kebijakan baru ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah Telegram masih bisa dipercaya sebagai ruang komunikasi yang benar-benar aman?

Durov sendiri menjelaskan bahwa kebijakan ini sebenarnya bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba. Telegram sudah memiliki aturan yang memungkinkan penyerahan data dalam kondisi tertentu sejak 2018. Namun, hingga saat ini, perusahaan belum pernah benar-benar menyerahkan data apa pun ke pemerintah manapun. Meski demikian, Durov menekankan bahwa jika ada ancaman serius terhadap keamanan publik, pihaknya tidak segan bekerja sama dengan otoritas.

Langkah ini di satu sisi dapat dipahami sebagai upaya Telegram untuk tetap dapat beroperasi di berbagai negara dengan regulasi ketat. Di banyak negara, aplikasi pesan seperti Telegram sering mendapat tekanan untuk membuka akses data guna mencegah penyalahgunaan platform oleh pihak-pihak yang ingin melakukan tindak kriminal, terorisme, atau propaganda kekerasan.

Di lain sisi, pengumuman ini membuat sebagian pengguna Telegram khawatir. Mereka merasa kebebasan untuk berbicara dan berbagi di Telegram bisa terancam. Apalagi, di era digital saat ini, isu penyadapan dan kebocoran data menjadi topik sensitif. Telegram, dengan jumlah pengguna aktif yang terus bertambah, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kepercayaan publik.

Pavel Durov sebenarnya bukan sosok yang asing dengan tekanan dari pemerintah. Sebelum mendirikan Telegram, Durov juga dikenal sebagai pendiri VKontakte (VK), media sosial terbesar di Rusia. Ia sempat bersitegang dengan pemerintah Rusia karena menolak memberikan akses ke data pengguna VK yang terlibat dalam protes politik. Akibat sikap kerasnya saat itu, Durov akhirnya meninggalkan Rusia dan memilih hidup nomaden tanpa negara tetap demi mempertahankan nilai-nilai kebebasan internet yang ia yakini.

Itulah sebabnya, banyak pihak terkejut dengan perubahan sikap Telegram kali ini. Namun, Durov menegaskan bahwa kebijakan ini diterapkan dengan syarat ketat. Telegram hanya akan mempertimbangkan permintaan resmi yang sah secara hukum, dan terbukti terkait dengan investigasi tindak kejahatan serius seperti terorisme. Bahkan, jika ada permintaan penyerahan data, Durov memastikan hanya informasi minimum yang akan dibagikan.

Dalam praktiknya, Telegram tidak seperti beberapa aplikasi lain yang menyimpan riwayat pesan di server terbuka. Sebagian besar percakapan di Telegram dilindungi oleh enkripsi end-to-end, terutama jika pengguna menggunakan fitur Secret Chat. Artinya, hanya pengirim dan penerima pesan yang bisa membaca isi percakapan. Telegram sendiri pun mengklaim tidak bisa mengakses isi pesan tersebut.

Selain itu, Durov juga menekankan bahwa Telegram tidak memiliki iklan tertarget atau menjual data pengguna kepada pihak ketiga untuk tujuan komersial. Pendapatan Telegram selama ini sebagian besar didukung oleh investasi pribadi Durov dan skema monetisasi premium yang diluncurkan belakangan ini. Hal ini berbeda dengan banyak platform media sosial lain yang sangat bergantung pada pendapatan iklan.

Meski begitu, pengumuman soal kemungkinan penyerahan data tetap menimbulkan perdebatan panjang. Banyak aktivis digital mengingatkan bahwa kebijakan semacam ini bisa membuka celah bagi pemerintah yang kurang demokratis untuk menekan kebebasan berekspresi. Beberapa pihak khawatir kebijakan ini bisa disalahgunakan untuk membungkam kelompok oposisi atau aktivis kritis.

Di sisi lain, tidak sedikit pula yang menilai langkah Telegram ini realistis. Dalam dunia yang semakin terhubung, ancaman kejahatan digital juga semakin kompleks. Serangan teroris, penyebaran hoaks ekstrem, hingga perekrutan jaringan radikal seringkali memanfaatkan aplikasi pesan terenkripsi. Pemerintah di berbagai negara pun menuntut platform teknologi untuk ikut bertanggung jawab memerangi kejahatan semacam ini.

Bagi Durov, ini adalah dilema yang tidak mudah. Di satu sisi, ia ingin menjaga Telegram tetap menjadi ruang diskusi bebas tanpa sensor. Di sisi lain, ia juga sadar bahwa jika Telegram menolak sepenuhnya bekerja sama dengan otoritas, layanan ini bisa diblokir di negara-negara tertentu. Dampaknya, jutaan pengguna yang memanfaatkan Telegram untuk komunikasi positif justru akan kehilangan akses.

Pavel Durov pernah menyatakan bahwa kebebasan internet harus tetap sejalan dengan rasa tanggung jawab sosial. Menurutnya, teknologi sekuat apa pun tidak boleh menjadi tameng bagi pelaku kejahatan. Karena itulah, meski keputusan ini kontroversial, Durov merasa perlu bersikap terbuka mengenai kemungkinan penyerahan data.

Dalam beberapa tahun terakhir, Telegram memang kerap menjadi sorotan karena dipakai untuk berbagai tujuan, baik positif maupun negatif. Dari sekadar berbagi informasi, membangun komunitas hobi, hingga digunakan oleh kelompok kriminal terorganisir. Di sinilah tantangan terbesarnya: bagaimana memastikan bahwa teknologi tetap berpihak pada pengguna baik, tanpa membuka celah penyalahgunaan.

Untuk menjaga kepercayaan publik, Telegram juga menjanjikan transparansi. Setiap ada permintaan resmi penyerahan data, Telegram akan mencatatnya dalam laporan transparansi yang dapat diakses publik. Dengan demikian, pengguna bisa mengetahui sejauh mana data mereka digunakan atau diserahkan.

Meskipun kebijakan ini memicu debat, nyatanya Telegram tetap menjadi salah satu aplikasi pesan terpopuler di dunia. Pengguna setianya percaya pada visi Durov yang menempatkan kebebasan dan keamanan data di atas segalanya. Namun, di era di mana teknologi dan regulasi sering berjalan berlawanan arah, langkah Durov menunjukkan bahwa terkadang idealisme harus berjalan berdampingan dengan realita.

Ke depan, masih akan banyak diskusi seputar privasi digital, kebebasan berekspresi, dan batas kewenangan pemerintah dalam mengakses data warga. Apa pun yang terjadi, keputusan Pavel Durov ini menjadi pengingat bahwa di era digital, perlindungan data pribadi adalah tanggung jawab bersama — antara pengguna, penyedia layanan, dan pemerintah.

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0