Fenomena Lagu Mangu Milik Fourtwnty Yang Viral Lagi Setelah Tiga Tahun Dirilis Secara Resmi
Lagu “Mangu” dari Fourtwnty kembali ramai diperbincangkan setelah tiga tahun dirilis. Bagaimana ceritanya? Baca selengkapnya di sini.

Dalam industri musik Indonesia, fenomena lagu yang tiba-tiba naik daun setelah bertahun-tahun dirilis memang bukan hal baru. Namun, kasus ini kembali mencuat setelah lagu “Mangu” dari Fourtwnty mendadak ramai diperbincangkan publik. Dirilis pertama kali pada 2021 sebagai bagian dari album Nalar, “Mangu” sempat hanya dinikmati para pendengar setia Fourtwnty. Namun kini, setelah tiga tahun berlalu, lagu ini kembali menggema di berbagai media sosial, terutama Tiktok.
Fourtwnty sendiri bukanlah nama baru di telinga penikmat musik indie Indonesia. Band ini dikenal lewat lirik puitis, aransemen sederhana, dan nuansa musik yang menenangkan. Sejak merilis “Zona Nyaman”, nama Fourtwnty melesat sebagai salah satu band indie berpengaruh di Tanah Air. Namun, tak banyak yang menduga kalau “Mangu”, salah satu track di album Nalar, justru meledak di luar dugaan beberapa tahun setelah perilisannya.
Belakangan, potongan lagu “Mangu” ramai digunakan sebagai backsound video di Tiktok. Beragam konten, mulai dari video pemandangan alam, potongan momen liburan, hingga konten motivasi, menjadikan lagu ini sebagai pengiring suasana. Alunan gitar akustik yang hangat dan lirik mendalam berhasil memikat generasi muda yang aktif di media sosial.
Menariknya, banyak warganet yang baru mengetahui lagu ini meski sudah tiga tahun beredar di platform streaming musik. Popularitas mendadak ini membuat Fourtwnty kembali menjadi bahan perbincangan. Tak sedikit penggemar lama yang turut membagikan momen nostalgia mereka dengan lagu ini di berbagai kanal media sosial.
Fenomena ini juga menunjukkan bagaimana algoritma Tiktok dapat menghidupkan kembali karya lama. Bukan sekali dua kali, beberapa musisi Tanah Air merasakan hal serupa. Lagu-lagu yang dirilis beberapa tahun lalu tiba-tiba mendominasi trending karena digunakan sebagai audio viral. Beberapa musisi bahkan mengakui bahwa Tiktok menjadi salah satu sarana ampuh mempopulerkan lagu, tanpa perlu strategi promosi yang berbelit.
Fourtwnty pun merespons fenomena ini dengan rasa syukur. Dalam beberapa wawancara, pihak band mengungkapkan betapa senangnya mereka melihat karya mereka tetap relevan dan menyentuh hati pendengar baru. Apalagi di era digital, umur lagu tidak lagi terbatas pada momentum perilisan. Begitu ada celah, karya bisa hidup kembali, bahkan menjangkau pendengar lintas generasi.
Selain di Tiktok, “Mangu” juga kembali naik di chart beberapa layanan streaming musik. Banyak pendengar yang penasaran kemudian memutar versi lengkapnya di Spotify atau YouTube. Tak sedikit pula yang mengulik liriknya lebih dalam. Lirik “Mangu” memang sarat akan makna, menyoroti kegelisahan manusia yang merindukan ketenangan batin, sebuah tema yang sangat dekat dengan warna musik Fourtwnty selama ini.
Dalam beberapa unggahan di media sosial, para penggemar bahkan berbagi cerita bagaimana lirik “Mangu” berhasil menggambarkan suasana hati mereka. Lagu ini menjadi semacam pengingat untuk kembali ‘pulang’ ke diri sendiri, sejenak menjauh dari hiruk pikuk dunia. Tak heran jika banyak orang merasa relate dengan makna di balik lagu tersebut.
Fenomena viralnya “Mangu” juga memancing diskusi soal tren mendengarkan musik di era digital. Di masa lalu, lagu-lagu populer identik dengan hit radio atau tangga lagu TV. Namun kini, siapa saja bisa menghidupkan lagu lama hanya dengan membuat konten kreatif. Dalam hitungan hari, sebuah lagu bisa mendadak mendunia jika algoritma media sosial mendukung. Hal inilah yang menjadi bukti nyata betapa besarnya pengaruh budaya digital terhadap pola konsumsi musik saat ini.
Bagi Fourtwnty, popularitas “Mangu” yang kembali mencuat tentu membuka peluang baru. Mereka bisa mengenalkan karya lain ke pendengar baru. Bukan tidak mungkin, lagu-lagu Fourtwnty di album Nalar atau karya sebelumnya juga akan ikut terangkat. Beberapa penikmat musik pun berharap Fourtwnty akan merilis materi baru atau merencanakan tur yang membawakan “Mangu” sebagai salah satu andalan di panggung.
Di sisi lain, viralnya “Mangu” juga membawa kebanggaan tersendiri bagi para pendengar setianya. Banyak dari mereka merasa bangga karena lagu favorit yang dulunya hanya dinikmati kalangan terbatas, kini diapresiasi lebih luas. Mereka seolah punya ikatan batin dengan lagu ini, seolah “Mangu” adalah lagu rahasia yang tiba-tiba diketahui banyak orang.
Tren ini juga menjadi pembelajaran menarik bagi para musisi muda. Mereka tak perlu berkecil hati jika karyanya tidak langsung meledak saat pertama rilis. Seiring perkembangan platform digital, sebuah karya bisa menemukan jalannya sendiri. Yang terpenting, kualitas karya tetap terjaga dan punya keunikan yang bisa membekas di hati pendengar.
Di balik semua itu, Fourtwnty membuktikan konsistensi mereka dalam menjaga warna musik. Sejak awal berdiri, band ini tak pernah terjebak dalam arus tren instan. Mereka tetap setia meracik lagu dengan lirik kontemplatif, aransemen sederhana, dan pesan mendalam. Kesabaran dan ketekunan inilah yang pada akhirnya membuahkan hasil, meski butuh waktu bertahun-tahun untuk satu lagu menemukan momentumnya.
Para pendengar pun semakin sadar bahwa tak semua karya harus viral instan. Kadang, sebuah lagu butuh waktu untuk meresap, lalu mekar di hati pendengar yang tepat. “Mangu” adalah contoh bagaimana keindahan musik tak lekang oleh waktu. Di tengah tren musik yang kerap berganti, Fourtwnty berhasil membuktikan bahwa musik dengan pesan mendalam selalu punya tempat di hati banyak orang.
Kini, tak sedikit yang menantikan kejutan lain dari Fourtwnty. Apakah mereka akan merilis karya baru dengan sentuhan serupa? Atau justru mengeksplorasi warna musik berbeda? Semua masih jadi tanda tanya, tapi satu hal pasti, Fourtwnty sudah menorehkan jejak kuat sebagai band indie yang konsisten dan dekat dengan pendengar.
Melihat tren ini, tak heran jika ke depan semakin banyak musisi Indonesia yang berharap lagu mereka juga bisa menemukan momentumnya, meski tak langsung viral. Fenomena “Mangu” menjadi pengingat bahwa musik adalah karya yang tak punya tanggal kedaluwarsa. Selama masih ada pendengar yang mau membuka hati, setiap lagu punya potensi untuk hidup kembali. Dan Fourtwnty berhasil membuktikannya dengan indah melalui “Mangu”.
What's Your Reaction?






