Harga Emas Kembali Merangkak Naik Hingga Sentuh Puncak Tertinggi Dalam Tiga Pekan Terakhir

Harga emas global naik signifikan dan mencapai titik tertinggi dalam tiga pekan. Penguatan ini dipicu spekulasi pasar soal kebijakan suku bunga The Fed, sentimen risiko, dan melemahnya dolar AS. Artikel ini membahas detail pergerakan harga, pengaruh faktor makroekonomi, serta ekspektasi pasar ke depan.

Jul 14, 2025 - 16:00
 0  0
Harga Emas Kembali Merangkak Naik Hingga Sentuh Puncak Tertinggi Dalam Tiga Pekan Terakhir

Harga emas dunia membuka pekan ini dengan kabar yang menggembirakan bagi para investor logam mulia. Setelah sempat tertekan dalam beberapa waktu terakhir, emas akhirnya kembali menemukan momentumnya. Komoditas ini sukses menembus level tertinggi dalam tiga pekan, didorong sentimen pasar yang mulai meragukan seberapa lama bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi.

Pada perdagangan Senin, 14 Juli 2025, harga emas di pasar spot internasional tercatat berada di kisaran US$ 2.420 per troy ounce. Angka ini menunjukkan kenaikan sekitar 0,5% dibandingkan level penutupan sebelumnya. Dalam beberapa sesi terakhir, harga emas memang mulai merangkak naik secara bertahap, sejalan dengan pelemahan dolar AS yang membuat logam mulia ini lebih menarik bagi investor global.

Faktor utama di balik penguatan harga emas kali ini tak lepas dari spekulasi pasar yang semakin kencang bahwa The Fed mungkin akan menahan diri untuk tidak menaikkan suku bunga lagi di sisa tahun ini. Sejumlah data ekonomi Amerika Serikat yang dirilis belakangan ini memberi sinyal perlambatan di beberapa sektor, memicu harapan bahwa kebijakan moneter ketat tidak akan berlanjut terlalu lama.

Suku bunga tinggi selama ini menjadi momok bagi harga emas. Pasalnya, ketika bunga acuan meningkat, instrumen keuangan seperti obligasi jadi lebih menarik karena menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi. Di sisi lain, emas tidak memberikan bunga atau dividen, sehingga daya tariknya seringkali menurun saat suku bunga naik. Namun, begitu muncul celah peluang penurunan suku bunga, emas biasanya langsung mendapat angin segar.

Selain faktor kebijakan The Fed, sentimen risiko global juga turut mendukung penguatan harga logam mulia. Beberapa ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Eropa masih membayangi pasar. Kekhawatiran investor akan potensi konflik memicu aliran dana ke aset-aset safe haven, salah satunya tentu saja emas. Di tengah situasi global yang belum sepenuhnya stabil, emas kembali menjadi pilihan banyak investor untuk menjaga nilai kekayaan.

Para analis komoditas menilai tren harga emas yang menembus puncak tertinggi tiga pekan ini bisa menjadi sinyal bahwa momentum penguatan masih akan berlanjut, setidaknya dalam jangka pendek. Namun, banyak yang juga mengingatkan bahwa pergerakan harga logam mulia tetap akan sangat bergantung pada arah kebijakan moneter Amerika Serikat dan fluktuasi nilai tukar dolar.

Dolar AS yang melemah menjadi salah satu pendorong utama kenaikan harga emas. Ketika dolar terkoreksi, logam mulia otomatis jadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain. Alhasil, permintaan cenderung meningkat dan mendorong harga ke level yang lebih tinggi. Hubungan terbalik antara indeks dolar dan harga emas sudah lama menjadi salah satu patokan bagi para trader komoditas di seluruh dunia.

Selain investor institusional, pelaku pasar ritel pun mulai menunjukkan minat kembali terhadap emas batangan maupun instrumen turunan lainnya. Banyak investor ritel yang memanfaatkan tren kenaikan ini untuk menambah kepemilikan emas fisik atau menempatkan dana pada reksa dana berbasis emas. Tidak sedikit pula yang memanfaatkan platform perdagangan daring untuk melakukan transaksi emas spot jangka pendek.

Lonjakan harga emas dalam beberapa hari terakhir juga berdampak pada harga emas batangan di pasar domestik. Di Indonesia, harga emas batangan Antam tercatat kembali merangkak naik, mendekati rekor harga tertinggi yang pernah dicapai beberapa bulan lalu. Butik emas di beberapa kota besar pun melaporkan kenaikan transaksi beli oleh masyarakat, yang kembali memburu emas sebagai tabungan jangka panjang maupun pelindung aset di tengah gejolak ekonomi global.

Dari sudut pandang teknikal, para analis melihat harga emas masih memiliki ruang kenaikan moderat selama level resistance terdekat belum tertembus. Sejumlah analis teknikal memproyeksikan harga emas bisa bergerak di rentang US$ 2.410–US$ 2.450 per troy ounce dalam waktu dekat, selama tidak ada rilis data ekonomi Amerika Serikat yang mengejutkan pasar.

Data inflasi Amerika Serikat yang dijadwalkan rilis pekan ini menjadi salah satu faktor penentu arah harga emas selanjutnya. Jika data inflasi menunjukkan tren penurunan yang lebih cepat dari perkiraan, maka tekanan bagi The Fed untuk mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi akan semakin berkurang. Situasi ini tentu akan menjadi katalis positif bagi harga logam mulia untuk terus menguat.

Namun, jika data inflasi justru menunjukkan masih kuatnya tekanan harga, maka pasar bisa kembali berspekulasi bahwa kebijakan suku bunga ketat akan diperpanjang. Hal ini tentu akan menekan harga emas kembali terkoreksi. Karena itu, pelaku pasar komoditas sangat menantikan kejelasan arah inflasi di Amerika Serikat sebagai panduan dalam mengambil posisi.

Selain Amerika Serikat, faktor lain yang turut memengaruhi pergerakan harga emas adalah dinamika ekonomi China sebagai konsumen emas terbesar di dunia. Permintaan emas fisik dari Negeri Tirai Bambu cenderung meningkat di tengah pulihnya aktivitas perekonomian pasca pandemi. Pembelian emas oleh bank sentral China juga menjadi salah satu penopang harga emas global dalam beberapa bulan terakhir.

Tak kalah menarik, minat bank sentral negara-negara berkembang untuk terus menambah cadangan devisa berupa emas turut memperkuat posisi logam mulia di pasar global. Beberapa negara Asia, Timur Tengah, hingga Amerika Latin diketahui aktif melakukan pembelian emas dalam jumlah besar untuk diversifikasi cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Melihat tren pergerakan saat ini, banyak analis komoditas menyarankan agar investor emas tetap berhati-hati. Strategi diversifikasi portofolio masih menjadi langkah bijak di tengah gejolak global. Meski emas memiliki reputasi sebagai aset pelindung nilai, volatilitas jangka pendek tetap bisa menimbulkan risiko jika tidak disertai perencanaan investasi yang matang.

Para pelaku pasar disarankan untuk terus memantau perkembangan kebijakan moneter Amerika Serikat, pergerakan indeks dolar, hingga ketegangan geopolitik yang bisa memicu gelombang safe haven buying. Bagi investor jangka panjang, tren kenaikan harga emas saat ini bisa menjadi momentum untuk mengatur ulang porsi alokasi aset logam mulia di portofolio mereka.

Kondisi pasar emas yang kembali bergairah juga memicu optimisme pelaku industri perhiasan di berbagai negara. Beberapa produsen perhiasan mulai bersiap menghadapi peningkatan permintaan emas fisik, terutama mendekati musim pernikahan dan momen libur panjang yang biasanya mendorong penjualan logam mulia dalam bentuk perhiasan.

Sementara itu, investor ritel di Indonesia diimbau untuk membeli emas dari sumber resmi dan terpercaya agar terhindar dari risiko produk palsu atau tidak bersertifikat. Emas batangan bersertifikat Antam maupun UBS masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang ingin berinvestasi aman sekaligus mudah dijual kembali ketika dibutuhkan.

Dengan sentimen pasar yang mengarah pada kemungkinan The Fed mulai melunak, serta dukungan dari faktor risiko global, harga emas diperkirakan masih berpotensi bergerak stabil di jalur penguatan. Bagi sebagian pelaku pasar, logam mulia tetap menjadi andalan di tengah ketidakpastian. Walau tanpa imbal hasil seperti dividen, reputasi emas sebagai aset safe haven rasanya belum akan tergeser dalam waktu dekat.

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0